Pages

Subscribe:

Minggu, 04 Desember 2011

Jangan Jadikan Mereka Tontonan

Wawancara
Prof Dr Yunahar Ilyas MA Lc


Sejak lama, umat Islam di Indonesia memaknai 10 Muharam sebagai Hari Raya atau Lebaran Yatim. Hari itu, anak-anak yatim diperhatikan bahkan sangat dimanjakan. Banyak donatur dan lembaga yang memberikan bingkisan, uang jajan, hingga beasiswa.

Muhammadiyah sejak 2010 mengembangkan konsep fikih al-Ma'un untuk memberikan perhatian kepada anak-anak yatim, fakir miskin, dan kaum dhuafa lainnya. "Konsep fikih al-Ma'un hanyalah sistematika dari apa-apa yang selama ini dilakukan Muhammadiyah sejak zaman Kiai Dahlan, yaitu kepedulian dan aksi nyata terhadap anak-anak yatim, fakir miskin, dan kaum dhuafa lainnya, termasuk anak jalanan, anak telantar, dan orang-orang yang terpinggirkan," jelas Prof Dr Yunahar Ilyas MA Lc, ketua PP Muhammadiyah, kepada wartawan Republika, Damanhuri Zuhri, Rabu (30/11). Berikut petikan lengkap wawancara dengan guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu.

Banyak umat Islam di Indonesia mengenal 10 Muharam sebagai Lebaran atau Hari Raya Anak Yatim, pendapat Anda?
Saya tidak tahu mengapa disebut Hari Raya Anak Yatim. Islam hanya mengenal dua hari raya, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha, berlaku untuk semua, termasuk untuk anak-anak yatim.

Definisi anak yatim menurut Anda?
Secara fikih, anak yatim adalah anak yang ditinggal mati oleh bapaknya. Batasannya sampai akil baligh, sampai mereka dewasa, mampu mengelola kekayaannya jika orang tuanya meninggalkan kekayaan atau mampu mencari nafkah sendiri jika orang tuanya miskin. Pengertian fikih seperti itu bisa diperluas kepada semua anak yang tidak mendapat perlindungan dan bimbingan orang tua sekalipun bapaknya masih hidup. Barangkali kategori ini lebih banyak jumlahnya.

Bagaimana cara yang tepat untuk memuliakan dan membantu anak yatim?

Yatim yang kaya dilindungi harta kekayaan warisan orang tuanya, jangan diambil atau dizalimi. Peringatan kepada walinya untuk jujur dan transparan dalam mengelola harta anak yatim. Jika dibisniskan apabila merugi, itu menjadi tanggung jawab sang wali. Perhatikan pendidikannya. Untuk anak yatim miskin dibantu lahir batin.

Jika mungkin, anak yatim tetap tinggal dengan ibunya agar dapat kasih sayang ibu, hanya dibantu finansial. Jika tidak bisa tinggal dengan ibu kandungnya, anak yatim diasuh di rumah bersama dengan anak-anak sendiri. Terakhir tapi bukan yang paling ideal diasuh di panti asuhan. Sebaiknya pengelola panti asuhan tetap memberikan keragaman pada anak-anak termasuk pakaian, tidak perlu selalu diberi baju seragam. Dan anak-anak yatim jangan dijadikan tontonan. Karena itu, para donatur setiap kali membantu anak-anak yatim tidak perlu mengumpulkannya.

Terkait hal ini, kabarnya Muhammadiyah mengembangkan konsep fikih al-Maun, bisa dijelaskan?
Konsep fikih al-Ma'un hanyalah sistematika dari apa-apa yang selama ini dilakukan Muhammadiyah sejak zaman Kiai Dahlan, yaitu kepedulian dan aksi nyata terhadap anak-anak yatim, fakir miskin, dan kaum dhuafa lainnya, termasuk anak-anak jalanan, anak-anak telantar, dan orang-orang yang terpinggirkan.

Mengapa konsep ini dikembangkan, apa tujuannya?

Konsep ini sudah dibahas di Munas Tarjih di Malang pada 2010 dan insya Allah bermanfaat untuk kesejahteraan kaum dhuafa, tidak hanya anak-anak. Muhammadiyah bersama dengan umat Islam lainnya ingin menjadi bagian dari solusi pengentasan kemiskinan di Indonesia dan meratakan kesejahteraan. ed: wachidah handasah

0 komentar:

Posting Komentar